Bahasa Inggerisnya Battle versus War. Dan Perbedaan dua kata tersebut akan mudah dipahami bila kita temukan dalam kalimat terkenal dari Charles d’ Gaulle : “France has lost the battle but she has not lost the war”.

Charles de Gaulle, Jenderal Perancis yang namanya diabadikan jadi nama Bandara di Paris, melalui kata-katanya itu telah membangkitkan semangat prajurit dan rakyat Perancis untuk berjuang membebaskan bangsanya dari pendudukan tentara Jerman. Walau dibantu Sekutu, rakyat Perancis memberontak Jerman dan berhasil membebaskan Paris serta memaksa pasukan Hitler angkat kaki setelah lebih kurang 4 tahun menjajah Perancis. Tepat hari ini, 28 Agustus, 75 tahun yang lalu Pemerintahan de facto Perancis di bawah Charles de Gaulle dimulai.

Saya tidak ingin lanjut membahas sejarah Perancis, saya hanya beranalogi dari kata-kata Charles de Gaulle bahwa jalan panjang menuju kemenangan perang tidak seluruhnya dihasilkan dari kemenangan – kemenangan di tiap pertempuran. Mungkin saja dalam satu front kita kalah, namun kekalahan dalam satu medan pertempuran itu bukan berarti kalah dalam keseluruhan peperangan. Perang adalah sebuah perjalanan. Dan Perjalanan itu boleh jadi sangat panjang.

Dalam “peperangan” modern yang disebut Industrial Relation, kemenangan itu didiskusikan. Bunuh membunuh memang masih terjadi, pertarungan dominasi masih terus berlangsung, namun semuanya terjadi di ruang idea. Pertempurannya ada di ranah logika, senjatanya data dan fakta. Tujuan akhir adalah kemenangan bersama. Maka strateginya adalah win win solution, dan bila diturunkan ke level taktis berarti yang persuasive communication. Itulah sebabnya, ada negosiasi produktif dengan segenap romantikanya. Maka, di pertempuran tertentu kita rela tidak menang, tapi di medan yang lain kita tidak akan kalah. Biarkan kuda dikebiri selama ada pion yg akan jadi menteri.

Kini kita sedang dalam peperangan – sebagai kata vulgar dari Perundingan, yang pada dasarnya sudah berlangsung sejak lama. Setiap perundingan merupakan mile stone dan menghasilkan progress penting. Kini kita sedang dalam perundingan jilid 8. Bila dirangkai dari perundingan pertama hingga ketujuh, kita bisa melihat kondisi yang fluktuatif.

Dalam PKB I tercapai kemenangan yang disebut 2MP, dalam PKB II tercapai kesepakatan yang dinamakan Jasprod 5% unconsolidated. Dalam PKB III diciptakan program faskes pasca kerja untuk rekrut setelah 1995 (yang melahirkan PKS AJB). PKB IV memunculkan Tunjangan Luar Jawa, PKB V memperkenalkan Mid Term Incentive dan BBP 5 tahun. PKB VI restrukturisasi gaji dan TGC, PKB VII membebaskan kawin antar sesama pegawai dan program Re-Hire serta menaikkan tariff restitusi.

Namun di perjalanan panjang itu, dibalik sejumlah kemenangan itu kali pun, kita pernah gagal mendapatkan PKB baru sehingga harus memperpanjang PKB lama, itu terjadi di PKB 2,3, 4 dan 5. Secara specific, Sekar Telkom pernah gagal mempertahankan kesetaraan pensiun dari 2 x THT sehingga anjlok ke 1,7 THT. Kita juga pernah gagal menghidupkan kembali Tunjangan Luar Jawa. Gagal memenangkan usia kerja dari 56 ke 58 dan belum sukses mengubah table penghargaan masa kerja untuk perhitungan rumus manfaat pensiun dari 30 menjadi 32 tahun. Tapi gagal dan sukses itu kita harus maknai sebagai sebuah proses yang empatik. Proses itu terus berjalan dan mempunyai benang merah yang lurus dari waktu ke waktu, sampai nanti mencapai puncak misi serikat yang sekaligus juga misi perusahaan yaitu TELKOM JAYA KARYAWAN SEJAHTERA.

Seni peperangan ini applicable untuk semua problem kehidupan. Mereka yang pandai menggunakannya kemungkinan besar akan tetap eksis.
Selamat berperang…. Eh salah….SELAMAT BERUNDING.

Balikpapan, 28 Agustus 2019