Jakarta bagi Kardone adalah semacam teman yang dekat di hati tetapi jauh di sana. Tidak pernah bersalaman walau begitu sering dilihat dan diperbincangkan. Segala remeh temeh tentang Jakarta menjadi pembicaraan nasional meskipun itu hanya sekedar Dewi Persik melanggar jalur busway. Tak lain karena keruwetan Jakarta itu selalu diberitakan oleh televisi nasional, sedangkan Kardone sangat suka nonton TV. Sebagai pekerja rendahan di perusahaan besar, televisi adalah teman paling menghibur. Namun hari Kamis minggu lalu (4/1/2018) mau tak mau Kardone harus ke Jakarta. Tak lain tak bukan dikandung maksud Kardone ingin mendapat kejelasan mengenai fasilitas kesehatan pasca pensiun.

Foto : Usai Pertemuan DPP SEKAR TELKOM, Pejabat HCM dan Statuter AJB Bumiputra di Jakarta (Kamis/4 Januari 2018)

Walau bagi sebagian besar orang di tempat kerja Kardone cukup paham mengenai fasilitas kesehatan, tetapi bagi Kardone paham saja tidak cukup.....Kardone merasa harus memastikan bahwa setelah pensiun nanti dia benar-benar mendapat layanan kesehatan yang berkeadilan, equal dengan lapak sebelah. Dalam kitab perjanjian memang sudah tertulis jaminan kesetaraan, tapi Kardone masih penasaran. Emangnya kapan Kardone pensiun...... masih lama sich, mungkin dua kali ganti presiden lagi baru purna tugas, ..... “tetapi masa depan harus direncanakan jauh-jauh hari”...... Kardone percaya bahwa masa depan itu harus diperjuangkan.

Di Jakarta, pusat segala kekuasaan bertumpu, Kardone mendapat info yang datar-datar saja. Tak terlalu meyakinkan, namun tetap memberikan harapan. Sekilas terlihat manis namun Kardone tidak pernah melepaskan kecurigaan kepada Jakarta. Kota ini banyak sekali penjahatnya. Lagi lagi Kardone teringat kepada siaran televisi. Info yang didapat Kardone adalah bahwa masalah nasional yang banyak menimpa perusahaan-perusahaan besar dunia juga menimpa perusahaan mitra kerja Kardone. Hingga kini mereka belum bisa melepas diri dari masalah tersebut. Setelah bertahun-tahun di posisi under maintenance oleh Statuter, ternyata pasak masih lebih besar daripada tiang, Segenap upaya telah dilakukan, namun cahaya kesuksesan belum juga bersinar.....

Kardone balik kanan meninggalkan Jakarta dengan wajah datar. Walaupun dunia belum kiamat, namun Kardone sudah memutuskan untuk terminasi dini. Sesuai amanan hati nuraninya.

Dalam Sekartran yang membawa Kardone pulang, dia membolak balik kitab perjanjian yang selalu dikempit kemana-mana. Disitu tertulis bahwa hak faskes pasca kerja adalah setara, meski diberikan oleh provider yang tidak sama. Ayat ini cukup menenangkan kegundahan Kardone, meski dalam hati kecilnya tetap mewaspadai situasi. Bip...bip.. clink, jajet Kardone bergetar..... dikira diskresi masuk lagi, ternyata pesan biasa. “Kita harus selalu merasa unsafe masa kini untuk safe di masa yang akan datang”. Demikian kalimat pendek dalam WA yang dikirim kawan Kardone dari Makassar, Mukidi.