Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis pagi tadi melakukan unjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta. Unjuk rasa dilakukan pada pukul 9.30 hingga 11.30 WIB itu menuntut pemerintah untuk membatalkan rencana penurunan tarif interkoneksi yang dinilai akan merugikan operator telekomunikasi milik negara atau BUMN (Telkom dan Telkomsel) dan dianggap menguntungkan operator lain.

Tarif interkoneksi sendiri merupakan biaya yang harus dibayar oleh suatu operator kepada operator lain yang menjadi tujuan panggilan atau telepon. Saat ini tarif interkoneksi berkontribusi 15 persen terhadap penentuan tarif ritel.

 

"Wacana bahwa penurunan tarif interkoneksi otomatis akan menurunkan tarif pulsa adalah tidak berdasar. Biaya interkoneksi hanyalah salah satu elemen tarif yang prosentasinya sangat kecil terhadap tarif end user. Jadi apabila tarif interkoneksi diturunkan tidak serta merta tarif pungut ke pelanggan akan turun," jelas Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis, Wisnu Adhi Wuryanto dalam keterangannya, Selasa (30/08).

 

"Namun yang sudah pasti terjadi adalah bahwa akan ada operator yang dirugikan sementara operator lainnya diuntungkan. Hal ini sangat tidak adil," tambahnya.

 

Pihaknya pun dengan tegas membela operator selular yang dirugikan atas perubahan tarif interkoneksi tersebut. Pasalnya menurutnya, operator seluler yang kebetulan BUMN, merupakan operator seluler yang berkomitmen membangun jaringan di seluruh pelosok negeri.

 

"Kami adalah elemen masyarakat yang sangat mencintai negeri ini, sehingga kami membela dengan semangat nasionalisme," tuturnya.

 

Picu Kompetisi Sehat

 

Alexander Rusli, Presiden Direktur Indosat Ooredoo mengatakan, penurunan tarif interkoneksi justru dianggap berperan penting dalam menciptakan iklim kompetisi yang sehat, mengurangi hambatan bagi pelaku, dan memacu industri untuk terus berusaha menjadi lebih efisien.

 

"Indosat Ooredoo berkomitmen untuk terus berperan aktif dalam membantu Pemerintah mencapai target pembangunan pita lebar Indonesia," jelasnya.

 

Pembahasan penurunan tarif interkoneksi sendiri pada dasarnya berlangsung sejak tahun lalu. Seluruh operator telah diajak bicara sejak Mei 2015 hingga Januari 2016.

 

"Indonesia itu ada di rezim multi operator. Kalau monopoli, tidak ada interkoneksi. Operator wajib membuka jaringan dan mereka punya hak untuk berinterkoneksi," jelas Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Rudiantara saat dipanggil Komisi I DPR pekan lalu.

 

Menurut dia, kebijakan ini hanya opsi dari pemerintah. Sementara kesepakatannya dilakukan oleh masing-masing operator secara bisnis (B2B). Sebagaimana diketahui, pemerintah telah menetapkan penurunan tarif interkoneksi antaroperator selular dengan rata-rata 26 persen dari 18 skema. Seperti misalnya, penurunan biaya panggilan sebelumnya Rp 250 menjadi Rp 204.

 

Opsi penurunan 26 persen itu sudah melalui formula yang dikonsultasikan bersama sebuah firma konsultan independen selama 10 tahun terakhir. Penetapan ini telah diputuskan sesuai Surat Edaran No. 1153/M.Kominfo/PI.0204/08/2016 dan akan diberlakukan mulai 1 September 2016 sampai dengan Desember 2018.